PEKAN lalu bangun lagi sebuah operator
seluler yang menggunakan teknologi CDMA (code division multiple access), PT
Mobile-8 Telecom. Disebut bangun lagi karena sebenarnya operasional CDMA (IS
95) sudah dilakukan oleh salah satu unsur M-8, yaitu PT Komselindo, anak
perusahaan PT Telkom yang akan diambil alih RCTI.
K>small 2small 0< semula hanya
mengoperasikan seluler analog dengan teknologi dari AS, AMPS (advance mobile
phone system), lalu mulai akhir 1995/awal 1996, mereka mengoperasikan juga
CDMA. Baik AMPS maupun CDMA yang dioperasikan itu tidak berkembang dan jumlah
pelanggan Komselindo tertinggi yang pernah tercapai hanya sekitar 130.000, dan
kini tinggal kurang dari 50.000.
Beberapa sifat CDMA generasi pertama (IS 95-CDMAOne)
membuat bisnis ini tidak begitu disukai pelanggan, dibanding GSM (global system
for mobile communication) yang sudah beroperasi lebih dulu. GSM bisa digunakan
untuk roaming (menjelajah) sehingga di mana pun di dunia, di mana dioperasikan
GSM, nomor yang ada bisa digunakan pula, hal yang tidak ada di CDMA. Juga
handset CDMA tidak menggunakan kartu seperti juga pada handset AMPS, sementara
penggunaan kartu di GSM membuat handset bisa ditukar-tukar.
Padahal dari segi mutu layanan, CDMA meski
versi pertama, jauh lebih bagus dari GSM yang mendasarkan teknologinya pada
TDMA (time division multiple access). Hanya saja GSM memang dikembangkan secara
terbuka (open standar) dan berasal dari Eropa, sementara CDMA dikembangkan di
Amerika Utara khusus oleh Qualcomm, hingga saat ini. Qualcomm tetap memegang
hak untuk pembuatan chipset CDMA sehingga untuk itu semua pabrikan pembuat CDMA
harus membayar bagian (royalty) kepada Qualcomm, sementara di GSM tidak ada
yang demikian.
CDMA IS 95, jika dibandingkan dengan GSM,
keduanya merupakan generasi kedua seluler. Saat ini GSM sudah menapak ke
generasi ke-2,5, menjelang ke generasi ketiga. Jalur migrasi mereka ke generasi
ketiga (3G) adalah ke CDMA pita lebar (wideband CDMA-WCDMA) yang sangat berbeda
teknologinya dengan GSM.
Di beberapa negara operator seluler nyaris
bangkrut, khususnya di Eropa Barat, ketika akan migrasi ke 3G karena lisensi
yang harus mereka beli sangat mahal, sementara masyarakat belum siap. Investasi
operator ke 3G sangatlah mahal sebab teknologi yang sangat berbeda akan terasa
lebih mahal jika lisensi 3G diberikan kepada operator baru, bukan operator GSM
yang sudah beroperasi.
Indonesia awal bulan Juli ini membuka tender
bagi calon operator GSM 3G, dengan syarat antara lain tidak bekerja sama dengan
operator yang ada. Mereka malah harus bekerja sama dengan operator kelas dunia
dari luar dan membawa modal ke dalam negeri. Konon, ada belasan calon operator
yang ingin terjun sebagai operator GSM generasi ketiga di Indonesia.
Generasi ketiga di sini dimaksudkan layanan
seluler yang maju berupa layanan multimedia dan kemampuan pengiriman data yang
tinggi, di atas 150 kbps. Sementara GSM sekarang berkemampuan maksimal 108 kbps
lewat GPRS (general packet radio service) yang bisa ditingkatkan mendekati kemampuan
3G dengan EDGE (enhance data rate for GSM evolution).
Kenyataannya saat ini, CDMA lanjutan yang
dinamai CDMA 2000, khususnya CDMA 2000-1X, sudah merupakan seluler generasi
ketiga yang memenuhi semua ciri-ciri seluler 3G. Dewasa ini standar CDMA 2000-1x
sudah mampu melayani pengiriman data sampai 153 kbps (release 0) dan pada
revisi C nanti akan bisa melakukan pengiriman data sampai 307 kbps, bahkan
lanjutannya sampai 1,2 mbps.
Sementara itu, 1X-Ev-DO (evolution data
optimized) pada revisi A sudah mampu mentransmisikan data sampai 1,2 mbps.
WCDMA, dalam posisi sejajar dengan CDMA 1X revisi C, baru mampu melakukan
transmisi data sampai 384 kbps.
Di Jepang, operator CDMA 2000-1X adalah KDDI,
yang dalam waktu 3 tahun sejak Desember tahun 1999 berkembang dari 3,5 juta
pelanggan menjadi 13,3 juta pelanggan (Desember 2002) dan diharapkan menjadi
22,5 juta pelanggan Desember 2005. Jepang sendiri dengan penduduk sekitar 127
juta jiwa, memiliki kepadatan telepon tetap 39,8 persen (Maret 2002) dan
telepon seluler 60,1 persen (September 2002) atau berjumlah sekitar 72,5 juta
nomor seluler.
Jepang tidak mengadopsi teknologi GSM, tetapi
mereka mengoperasikan PDC (personal digital cellular) yang dasar teknologinya
sama dengan GSM, dan dioperasikan oleh NTT DoCoMo. Selain PDC, J-Phone juga
mengoperasikan teknologi lain lagi, yaitu PHS (personal handyphone system) dan
KDDI mengoperasikan CDMA.
CDMA berkembang pesat di Jepang karena
memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan pelanggan, yang didukung kemampuan para
penyedia isi (content provider). Konten-konten muatan lokal sangat dominan di
Negeri Sakura itu, sementara konten dari luar tidak terlalu banyak, antara lain
juga karena ada rasa kebanggaan bangsa Jepang pada produk buatan mereka
sendiri.
Di Indonesia konten lokal tidak berkembang
dan content provider juga tampaknya tidak diberi peluang luas oleh para
operator. Jika di banyak operator di negara lain konten dianggap sebagai salah
satu penunjang bisnis operator seluler, maka di Indonesia oleh operator mereka
masih dianggap sebagai pihak yang ingin menumpang hidup.
Hal ini ditunjang oleh kenyataan bahwa ponsel
umumnya hanya digunakan untuk lalu lintas percakapan suara (80 persen) selain
SMS (hampir 20 persen). Masih belum ditemukan konten lokal atau impor yang
mampu membangkitkan (generate) pendapatan yang signifikan bagi operator seluler
di Indonesia.
MENURUT John Beale, Wakil Presiden Pemasaran
Qualcomm CDMA Technologies, operator GSM sebenarnya bisa masuk ke 3G dengan
mengawinkan teknologi GSM dan CDMA 2000-1X. "Kami menyebutnya GSM
1X," katanya kepada wartawan di Tokyo pertengahan Juli lalu.
Menurut dia, operator GSM bisa membangun
jaringan CDMA yang lebih murah dibanding membangun WCDMA, lalu memanfaatkannya
untuk layanan 3G, baik multimedia maupun khususnya transmisi data. Ponsel yang
digunakan adalah ponsel dual mode, yang dapat digunakan baik di jaringan GSM
maupun di jaringan CDMA.
GSM 1X memang belum ada di pasar, tetapi
ponsel dengan dua teknologi berbeda itu sudah menjalani tes lapangan dan banyak
pabrik ponsel sudah siap membuatnya. Juga ponsel-ponsel CDMA yang menggunakan
kartu yang disebut RUIM (removable user identification module), mirip kartu SIM
di GSM, sudah siap digunakan masyarakat dan kini sedang dicoba oleh operator
China Unicom.
John Beale yakin bahwa CDMA akan lebih
berkembang dibanding GSM karena kelebihan-kelebihan tadi, khususnya ketika GSM
akan memasuki generasi ketiga. Tidak ada pilihan lain bagi operator GSM yang
sudah eksis untuk memanfaatkan teknologi CDMA. Tanpa harus migrasi ke WCDMA,
mereka sudah dapat memberikan layanan 3G dan ini berarti membuka peluang bisnis
yang baru.
Saat ini pertumbuhan CDMA 1X di Jepang sangat
pesat dan digandrungi oleh masyarakat, yang dibuktikan dari angka
perkembangannya yang jauh lebih tinggi dari WCDMA. Data dari TCA
(Telecommunication Carriers Association) menyebutkan, NTT DoCoMo yang sudah
mengembangkan layanan 3G lewat WCDMA sejak November 2001, baru mampu meraih
sekitar 535.000 pelanggan dari 44,3 juta pelanggannya, pada Juni 2003. Namun,
KDDI yang mulai mengoperasikan 3G lewat CDMA 2000-1X pada April 2002 dan bulan
Juni 2003 sudah mendapat pelanggan 8,6 juta lebih untuk layanan 3G, dari
keseluruhan sekitar 15 juta pelanggannya.
CDMA 2000-1X yang dioperasikan oleh KDDI
mendapat dukungan luas dari para pembuat ponsel, baik dari Jepang sendiri
maupun dari luar, khususnya dari pembuat ponsel Korea. Ponsel CDMA 2000-1X yang
digunakan oleh pelanggan 3G dari KDDI, yang layanannya dinamakan
"AU", umumnya sudah dilengkapi dengan kamera, yang bahkan bisa digunakan
untuk video streaming dan percakapan video.
Merek-merek yang tidak asing di telinga
masyarakat Indonesia, tetapi dalam bentuk produk lain, semisal jam, radio,
televisi, kini muncul dalam bentuk ponsel CDMA, umpamanya Sanyo, Casio,
Toshiba, selain Panasonic, Mitsubishi, dan NEC.
Jepang memang merupakan salah satu etalase
keberhasilan CDMA, selain Korea Selatan dan Cina. Di tiga negara itu,
pertumbuhan CDMA sangat pesat, apalagi sejak awal Korea Selatan hanya
mengembangkan CDMA setelah mereka "mematikan" AMPS mulai tahun 1995,
lewat operator SK Telecom. Kini selain oleh SK Telecom, di Korea Selatan CDMA
2000-1X juga dioperasikan oleh LG Telecom dan KTF.
Menurut John Beale, awal Juli ini CDMA
dioperasikan oleh 53 operator di 29 negara dan dalam waktu dekat-termasuk Mobile-8-17
operator lagi akan beroperasi di tahun 2003 ini saja. Di Amerika Serikat yang
merupakan negeri kelahiran CDMA yang semula menggunakannya khusus untuk
kepentingan militer, ada 11 operator CDMA 2000-1X dan CDMA 2000-1x Ev-DO.
CDMA pita lebar (WCDMA) juga sudah merasuk ke
negara-negara yang "memuja" GSM selama ini, misalnya Swedia, Inggris,
Austria, Italia (semua oleh Hutchison), dan Irlandia oleh Vodafone yang juga
mengoperasikan J-Phone di Jepang.
Jumlah pelanggan ponsel CDMA juga meningkat
pesat di dunia, yang Maret 2003 mencapai 154 juta. Memang masih rendah
dibanding dengan GSM yang sudah 800 juta lebih di dunia, tetapi pertumbuhannya
termasuk cepat, kalau dilihat angkanya baru di bawah 20 juta pada September
1998. dari jumlah 154 juta itu, pelanggan CDMA 2000-1X juga tumbuh pesat, dari
jumlah di bawah 1 juta pada Juni 2001, pada Mei 2003 sudah mencapai 50 juta
lebih atau 99 persen dari pelanggan 3G di dunia.
KITA belum tahu apa yang akan terjadi pada
Mobile-8 ke depan, di tengah persaingan ketat seluler di Tanah Air. Namun,
peluangnya sangat luas, antara lain karena kepadatan seluler di Indonesia walau
sudah jauh lebih tinggi dibanding telepon tetap, secara nasional masih rendah.
Saat ini jumlah pelanggan seluler di Indonesia belum baru hampir 15 juta, atau
sekitar 7 persen saja dari jumlah penduduk yang 215 juta jiwa.
Mobile-8 harus bekerja keras untuk mewujudkan
ambisi merebut banyak pelanggan yang kini sudah terlanjur dekat dengan GSM
karena GSM setidaknya sudah hadir selama 10 tahun terakhir di Indonesia.
Karenanya Mobile-8 harus punya kelebihan yang bisa membuat orang ramai-ramai
pindah, seperti halnya ketika mereka berbondong-bondong pindah dari AMPS ke GSM
satu dekade lalu.
Namun, Mobile-8 tidak salah memilih Samsung
sebagai penyedia prasarana yang akan membangun jaringan berkapasitas 1,9 juta
pelanggan hingga akhir 2005, dengan modal 120 juta dollar AS. Samsung yang di
negerinya dikenal sebagai penyedia jaringan seluler juga yang sedang
mengembangkan jaringan CDMA 2000-1X untuk fixed wireless bagi PT Telkom yang
dijual dengan nama TelkomFleksi.
Tantangan akan sangat berat bagi Mobile-8
jika mereka juga hanya ikut nimbrung di kota-kota besar umumnya di Jawa, yang
di kalangan GSM juga sudah dikenal sebagai kawasan yang sudah jenuh. Operator
GSM sendiri kini mulai merangsek ke pedalaman, ke pulau-pulau lain selain Pulau
Jawa, meski risikonya mereka harus lebih banyak mengucurkan modal
pembangunannya.
Mobile-8 akan memanfaatkan jaringan yang
sudah dibangun oleh anggotanya, baik Komselindo atau Metrosel, namun jaringan
mereka justru kebanyakan adanya di kota-kota besar. Dan itu pun dari prasarana
yang ada, hanya gedung dan menara-menara BTS (base transceiver station) saja
yang bisa dimanfaatkan kembali.
Tetapi, bahwa Mobile-8 akan menawarkan juga
CDMA 2000-1X Ev-Do, mungkin akan menarik banyak peminat. Paling tidak para
pengelola warnet yang saat ini sering mengeluh karena jaringan yang disediakan
oleh PT Telkom tidak memuaskan dalam hal kecepatan transmisi data.
Ketika operator seluler IM3 menggratiskan
penggunaan dan akses GPRS, pengelola warnet yang jeli memanfaatkan kesempatan
itu, yang ternyata mendapat sambutan pelanggannya.
Dalam kaitan ini perlu dicatat pemikiran John
Beale bahwa ponsel dengan kemampuan transmisi data yang tinggi juga akan merangsang
penggunaan Internet oleh masyarakat. Selama ini pertumbuhan penggunaan Internet
oleh masyarakat di negara sedang berkembang sangat rendah karena faktor harga
komputer yang masih tinggi, seperti di Indonesia dan Cina.
Ternyata dengan diberikannya layanan CDMA
2000-1x Ev-DO di Cina, pertumbuhan Internet menjadi terangsang. Alasannya,
masyarakat peminat Internet tidak lagi harus memiliki komputer untuk melakukan
akses internet, berselancar dan sebagainya, cukup dari ponsel 3G CDMA 2000 1X
mereka.
Apalagi di Cina masyarakat sudah bisa membeli
handset CDMA 2000-1X hanya dengan harga sekitar 36 dollar AS atau di bawah Rp
300.000. Di Indonesia, ponsel Fleksi paling murah saat ini Rp 1,5 juta, tetapi
di Cina untuk mendapat harga murah itu pelanggan harus meneken kontrak
berlangganan setahun.
Kalau ini bisa meningkatkan jumlah pelanggan
Mobile-8, kenapa tidak? Toh dengan kontrak setahun dan ditetapkan minimal
penggunaan, misalnya Rp 200.000 sebulan, harga handset bisa tertutupi.
Sementara tahun kedua pelanggan yang sudah
terbentuk kebiasaannya (habit) untuk "memproduksi pulsa" senilai Rp
200.000 sebulan, tak akan begitu saja lalu bungkam atau sedikit saja
menggunakan ponselnya. Karena harga menjadi faktor yang cukup berpengaruh bagi
calon pelanggan untuk membeli suatu layanan, maka kemampuan Mobile-8 untuk
"memainkan" harga akan menjadi faktor utama pertumbuhannya.
Mobile-8 juga dapat memanfaatkan kemajuan di
CDMA paling akhir karena mulai Agustus ini di pasar sudah bisa didapat ponsel
CDMA yang menggunakan kartu RUIM.
CDMA China Unicom sendiri berkembang pesat
meski mereka juga mengoperasikan GSM, dengan pertumbuhan pelanggan yang tinggi,
dari kurang 1 juta pada Maret 2002 menjadi 7 juta lebih pada bulan Desember
2002 dan 11 juta pada Mei 2003 lalu.
China Unicom menargetkan jumlah pelanggan
CDMA 20 juta pada akhir tahun 2003 ini, satu angka yang belum tentu dicapai
oleh semua operator seluler di Indonesia pada saat yang sama. (HW)
GSM VS CDMA
Akses jaringan berpita lebar memang jadi impian bagi pengguna teknologi
yang hobi Internet, transfer data, dan multimedia. Kini konsumen sudah bisa
menikmati akses Internet pita-lebar nirkabel di ponsel tanpa harus repot-repot
mencari hotspot–sentra akses wireless fidelity (Wi-Fi) yang tak selalu gampang
ditemukan. Kini Andalah yang jadi hotspot-nya.
Semua itu berkat teknologi evolution data optimized (EV-DO), evolusi
teranyar dari teknologi seluler CDMA2000 1x. Layanan multimedia, seperti video
streaming, video sharing, tele-conference, hingga mobile TV, akan dapat
dinikmati dengan mudah di ponsel–semudah menggunakannya di laptop.
Di Indonesia, pengguna layanan seluler CDMA 1x akan segera menikmati
layanan ini. Mobile-8 Telecom sudah meluncurkan layanan ini untuk wilayah
Jakarta. Adapun Telkom (Flexi), Indosat (StarOne), dan Bakrie Telecom (Esia)
juga segera meluncurkan layanan serupa.
Sejak versi Rilis-0 dengan kecepatan data maksimum 2.400 kilobita per detik
(kbps), generasi ketiga dari jalur CDMA ini berkembang dengan cepat. EV-DO
Revisi-A, misalnya, memiliki kecepatan maksimal 3.100 kbps dan EV-DO Revisi-B
memiliki kecepatan maksimum mencapai 46 ribu kbps alias 46 megapita per detik!
Bandingkan dengan generasi teranyar jalur GSM: 3G W-CDMA/UMTS, hanya
memiliki kecepatan maksimum 2.000 kbps, dan 3,5G high-speed downlink packet
access (HSDPA) memiliki kecepatan maksimum 14.400 kbps. Pertarungan dua kubu
ini makin seru, kan?
KUBU GSM:
GPRS
Standar: 2,5-G
Kecepatan maksimum: 160 kbps
Standar: 2,5-G
Kecepatan maksimum: 160 kbps
EDGE
Standar: 2,75-G
Kecepatan maksimum: 384 kbps
Standar: 2,75-G
Kecepatan maksimum: 384 kbps
W-CDMA/UMTS
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 2.000 kbps
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 2.000 kbps
HSDPA
Standar: 3,5-G
Kecepatan maksimum 14.400 kbps
Standar: 3,5-G
Kecepatan maksimum 14.400 kbps
KUBU CDMA:
CDMA2000 1x
Standar: 2,75-G
Kecepatan maksimum: 153 kbps
Standar: 2,75-G
Kecepatan maksimum: 153 kbps
CDMA 1x EV-DO Rel-0
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 2.400 kbps
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 2.400 kbps
CDMA 1x EV-DO Rev-A
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 3.100 kbps
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 3.100 kbps
CDMA 1x EV-DO Rev-B
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 46.500 kbps
Standar: 3-G
Kecepatan maksimum: 46.500 kbps
0 komentar:
Posting Komentar