Spread Spektrum
Prinsip Spread Spectrum
Spread Spectrum merupakan
sinyal band lebar (wide band), mirip noise. Oleh karena sinyal Spread Spectrum
mirip dengan noise, sehingga sulit untuk dideteksi. Sinyal Spread Spectrum
sulit untuk ditangkap ataupun didemodulasi. Lebih jauh lagi, sinyal Spread
Spectrum lebih sulit untuk di jam (diinterferensi) dibandingkan sinyal narrow
band. Fitur Low Probability of Intercept (LPI) dan anti-jam (AJ) inilah yang
menyebabkan penggunaan Spread Spectrum oleh pihak militer. Sinyal Spread dibuat
lebih lebar band-nya dibandingkan dengan sinyal informasi yang dibawanya.
Sinyal-sinyal Spread
Spectrum menggunakan kode-kode yang kecepatan beberapa kali lipat dibandingkan
bandwidth informasi atau data rate. Kode-kode ini merupakan kode
"Spreading" spesial yang disebut kode "Pseudo Random" atau
"Pseudo Noise". Dinamakan "Pseudo" karena mereka bukanlah
noise gaussian yang sebenarnya.
Transmitter Spread Spectrum
menggunakan leval daya transmisi yang serupa dengan transmitter narrow band.
Oleh karena sinyal Spread Spectrum sangat lebar, sehingga ditransmisikan pada
kerapatan daya spectral yang lebih rendah, dalam Watt per Hertz, dibandingkan
transmitter narrowband. Karakteristik kerapatan daya transmisi yang rendah ini
memberikan nilai plus bagi sinyal spread. Sinyal-sinyal Spread dan narrow band
menduduki band yang sama, tanpa ataupun sedikit interferensi.
Direct Sequence Spread
Spectrum (DSSS, DS Spread Spectrum)
DSSS adalah didasarkan atas spreading dan
despreading data base-band dengan deretan PN (PN sequence).
DS Spektrum Spreading
Dilakukan dengan gerbang
EXOR dua input (Gambar 1a di mana A merupakan data NRZ kecepatan rendah dan B
merupakan deretan PN kecepatan tinggi).
Aturan EXOR : jika A dan B identik, maka C = 0 ; jika tidak C = 1. Dalam
ekspresi Boolean :
C = A(B) + (A)B
Gambar 1. (a) Gate EXOR (b)
table kebenaran (c) bentuk gelombang
DS Spektrum Despreading
Despreading DS spectrum merupakan proses pengembalian data dari komposisi sinyal spread spectrum. Ini dilakukan dengan gerbang EXOR seperti pada gambar 2, di mana data C dijadikan salah satu input dan deretan PN yang identik dijadikan input kedua. Output “Y” merupakan sinyal keluaran yang merupakan data asli bentuk NRZ “A”. Proses ini hanya berjalan bila deretan PN (sinyal B) sama (identik) antara spreading dan dispreading, jika tidak, sinyal yang diinginkan tidak akan bisa di-recover
Gambar 2. (a) Gerbang EXOR
(b) table kebenaran (c) bentuk gelombang
Gambar 4. Spreading dan
despreading dalam lingkungan interferensi
Sinyal yang diinginkan,
yaitu A, di-recover oleh proses dispreading. Komponen interferensi di-spread
dalam seluruh band kode PN kecepatan tinggi. Magnituda dari daya interferensi
berkurang karena energi adalah tetap.
Kode-kode yang digunakan dalam sistem Spread Spektrum memiliki sifat orthogonal dan cross-corelation nol (zero).
Kode Ortogonal
Kode-kode Orthogonal
adalah elemen dari kumpulan bilangan biner yang jika dikalikan satu sama lain
menghasilkan 0 bagi kode-kode yang tidak identik, dan bukan 0 bagi kode-kode
yang identik.
Secara matematis, kumpulan
kode yang saling orthogonal didefinisikan sebagai
{O}={x0,x1,x2,....xN-1}
dan setiap X,Y yang
merupakan elemen dari {O} inner product dari X dan Y adalah 0 kecuali X=Y (X dan Y tidak dapat menjadi vector-vektor
nol)
inner product dari X dan Y
= XY =
contoh : jika X=1,-1 dan
Y=1,1 XY=1x1+(-1x1)=0 tetapi XX=1x1+(-1x-1)=2 dan YY=1x1+1x1=2
Contoh Deteksi Sinyal
menggunakan ortogonalitas
S = y1 [1 ,
-1 , 1
, -1 , 1
, -1 ,
1 , -1]
+y2 [1
, 1 ,
-1 , -1
, 1 ,
1 , -1
, -1]
+y3 [1
, -1 ,
-1 , 1
, 1 ,
-1 , -1
, 1]
+y4 [1
, 1 ,
1 , 1
, -1 ,
-1 , -1
, -1]
+y5 [1
, -1 ,
1 , -1
, -1 ,
1 , -1
, 1]
= [5,-1,1,-1,1,-1,-3,-1]
Misalkan
sinyal yang ingin dideteksi adalah y5 =
[1,-1,1,-1,-1,1,-1,1]
S
. y5 = 5+1+1+1-1-1+3-1 = 8
Jika
ada suatu sinyal lain y6 = [1,1,-1,-1,-1,-1,1,
1], yang tidak menjadi bagian dari S
S.
y6 = 5-1-1+1-1+1-3-1= 0
S.
y7 = 0
S.
y1=
S. y2 = S. y3 = S. y4 = S. y5 = 8
Inner
product S dengan kode yang menjadi bagian dari penjumlahan memberikan nilai
non-zero, dan dengan kode lain yang tidak menjadi bagian dari penjumlahan
memberikan nilai 0.
Kode Walsh
Kode
Walsh orde n adalah kumpulan kode-kode yang saling orthogonal dengan panjang 2n,
digunakan pada sistem telepon bergerak IS-95A CDMA
contoh
w3 =
[1
, 1 ,
1 , 1
, 1 ,
1 , 1
, 1;
1
, -1 ,
1 , -1 ,
1 , -1
, 1 ,
-1;
1
, 1 ,
-1 , -1
, 1 ,
1 , -1
, -1;
1
, -1 ,
-1 , 1
, 1 ,
-1 , -1
, 1;
1
, 1 ,
1 , 1
, -1 ,
-1 , -1
, -1;
1
, -1 ,
1 , -1
, -1 ,
1 , -1
, 1;
1
, 1 ,
-1 , -1
, -1 ,
-1 , 1
, 1;
1
, -1 ,
-1 , 1
, -1 ,
1 , 1
, -1];
Perhatikan
bahwa diagonal matriks yang dihasilkan dari w3 * w3
w3 * w3
= [ 8
0 0 0
0 0 0
0
0 8
0 0 0
0 0 0
0 0
8 0 0
0 0 0
0 0
0 8 0
0 0 0
0 0
0 0 8
0 0 0
0 0
0 0 0
8 0 0
0 0
0 0 0
0 8 0
0 0
0 0 0
0 0 8]
hanya
elemen-elemen diagonal yang berupa non-zero, membuktikan bahwa baris dan
kolomnya adalah orthogonal
Penggunaan matriks Hadamard untuk menghasilkan kode Walsh
H1=[1] H2= [1, 1; H4=
[1, 1, 1, 1; dst
1, -1] 1,-1, 1,-1;
1, 1,-1,-1;
1,-1,-1, 1]
H2n+1 = [Wn, Wn;
Wn,-Wn]
Walsh
n=H2n. Cobalah untuk H8 di mana Wn = W2 = H4
Cross-Correlation (Korelasi silang)
Korelasi silang
antara nilai yang dihasilkan oleh dua proses random merupakan ukuran statistik
dari kemiripannya. Metode ini berfungsi untuk mendeteksi suatu deretan biner
pada sebuah sinyal, untuk sinkronisasi atau untuk memisahkan (code division
multiple access) atau unutk mendeteksi symbol tertetu.
Untuk nilai
real, korelasi silang dapat diestimasi dengan menggunakan
Rm = (Zigma (n=1 s/d m) )(X n+m) * Yn
di mana M =
panjang Y
isi X dengan 0
di mana diperlukan
misalnya
X=1,1,-1,-1,1,-1,1,-1,1,1 adalah suatu sinyal dan jika kita ingin menentukan
fragment Y=-1,1,-1 maka geser -1,1,-1 sepanjang deretan X satu per satu setiap
satuan waktu dan jumlahkan produk dari bit-bit.
R=xcorr(X,Y)=-1,0,1,-1,-1,3,-3,3,-3,1,0,-1
Elemen nilai
tertinggi dari R (3) berhubungan dengan posisi Y dalam deretan X.
Contoh
X-corr
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
1*-1
|
=
|
-1
|
||||||||||||
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
1*1+(1*-1)
|
=
|
0
|
||||||||||||
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
1*-1+1*1+(1*-1)
|
=
|
1
|
||||||||||||
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
1*-1+(-1*1)+(-1*-1)
|
=
|
-1
|
||||||||||||
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
-1*-1+(-1*1)+-1*-1
|
=
|
-1
|
||||||||||||
1
|
1
|
-1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
-1
|
1
|
1
|
||||||||
-1
|
1
|
-1
|
-1*-1+(1*1)+-1*-1
|
=
|
3
|
||||||||||||
Agar
kumpulan kode dapat berfungsi, anggota dari kode tersebut harus memiiliki
karakteristik tertentu yaitu :
·
Sebanyak mungkin dalam
kumpulan sehingga dapat merepresentasikan banyak kanal (atau symbol).
·
Mudah dihasilkan.
·
Memiliki korelasi silang nol
dengan anggota lain dari kumpulan (x-corr yang buruk menghasilkan kecocokan
palsu / false matches).
·
Memiliki Auto-correlation
yang baik. (yaitu korelasi silang dengan dirinya sendiri).
·
Kode-kode tidak mesti
orthogonal secara absolut. Psuedoorthogonal juga dimungkinkan selama terdapat
perbedaan yang signifikan antara produk cross dan auto. Contohnya kode
Psuedo-random Number (PN).
Kode
PN (Pseudo-random Noise)
Dihasilkan
dari register geser feedback linier satu bit (linear one bit linear feedback
shift registers, LFSR) dinyatakan dalam bentuk polinomial, contoh pn(z)=1+z2+z3 dan suatu nilai awal, contoh 0,0,1.
Gambar 5. LFSR m = 3 , pn =
1+z2+z3
·
Terdapat
non-zero state sebanyak 2m-1 untuk LFSR m-stage (m tingkat).
·
Perioda
dari sebuah kode PN yang dihasilkan oleh LFSR m-stage adalah lebih kecil dari 2m-1
·
Jika
kode PN yang dihasilkan dari metode ini memiliki periode 2m-1 maka disebut deretan Maximal Length
(ML) atau m-sequence (deretan m).
·
LFSR
stage m=3 stage LFSR pada contoh gambar 1. memiliki deretan
1011100 1011100
1011100 1011100 1011100……
yang
memiliki panjang pengulangan 7 dan oleh karena 7=23-1 ini merupakan m-sequence.
·
Panjang
deretan bertambah besar dengan naiknya nilai m.
Kode
PN panjang yang digunakan dalam IS95 memiliki periode pengulangan 242-1 yang berulang setiap 100 tahun, dan
memiliki bentuk polynomial z42+z35+z33+z31+z27+z26+z25+z22+z21+z19+z18+z17+z16+z10+z7+z6+z5+z3+z2+z1+1
Transmitter DS Spread Spektrum
Input
biner dikalikan dengan data rate R dengan kode spreading pada chipping rate Cr.
(CHIP: waktu yang dibutuhkan
untuk mentransmisikan sebuah bit atau symbol dari kode PN.)
Contoh
R= 19,2 Kbps dan Cr=1,2288 Mchips/s. Gain
processing adalah Cr/R = 64 for IS-95. (sistem telepon bergerak CDMA)
Bandwidth
dari sinyal baseband ditentukan oleh chipping rate , bukan data rate.
Kemudian
carrier RF dimodulasi sehingga sinyal wideband dapat ditransmisikan.
Gambar 6. Transmitter Spread
Spektrum
Gain
processing (processing gain, PG) mengindikasikan perbaikan dari S/N setelah
spreading/despreading dibandingkan dengan spreading/dispreading.
Jika
PG adalah 64 maka 10log10(64)=18dB
merupakan seberapa besar sinyal interferensi narrowband berkurang dibandingkan
dengan sinyal yang diinginkan setelah despreading.
Sehingga
pada kasus IS95 rasio S/N meningkat 18dB dengan adanya penggunaan spreading dan
despreading.
Frequency Hopping Spread Spectrum
Pada sistem Frequency
Hopping, frekuensi carrier 'hopping' / loncat menurut suatu deretan dengan
panjang NFH. Dengan cara ini bandwidth juga melebar. Jika
kanal-kanal tidak saling tumpang tindih maka faktor spreading-nya adalah
PG = NFHx
Deretan PN dihasilkan di modulator digunakan
untuk menggeser frekuensi dari sinyal FSK secara pseudo random, pada rate hopping Rh. Sinyal yang ditransmisikan
menduduki sejumlah frekuensi dalam domain waktu, di mana setiap frekuensi memiliki
perioda Th (=1/Rh). FHSS membagi bandwidth yang ada ke dalam N kanal dan
meng-hop antara kanal menurut deretan PN. Pada setiap hopping frekuensi,
generator PN memberikan FW (frequency word) melalui frekuensi synthesizer yang
mendiktat salah satu dari 2n posisi frekuensi fhi. Transmitter dan
receiver-nya mengikuti pola hop frekuensi yang sama.
Bandwidth yang ditransmisikan ditentukan oleh
posisi hop terendah dan tertinggi dan oleh bandwidth per posisi hop (Dfch).
Penyebaran spketrum (Spectrum Spreading) dapat dilakukan secara sederhana dengan meningkatkan frekuensi dari sinyal diskrit. Sebuah sinyal dengan amplituda V dan frekuensi f (f = 1/T) dan kemudian frekuensi dari sinyal tersebut dinaikkan dengan faktor n, yaitu T sekarang dibagi n. Kondisi ini digambarkan pada persamaan 1 dan bentuk sinyalnya diperlihatkan pada gambar 1.a.
V(t) = V 0<t<T
= 0 lainnya
V(t) = V 0<t<T/n
= 0 lainnya ….. (1)
Transformasi Fourier dari
(1) menghasilkan komponen spectral untuk 0<t<T
0 komentar:
Posting Komentar