Kurir Informasi Berbekal Cahaya
SERAT optik adalah sebagian kecil dari
perjalanan sejarah penemuan manusia yang seolah tanpa batas. Ketika Thomas A.
Edison menemukan lampu pijar, ia dikatakan telah berhasil "menangkap
petir". Kini manusia tak cuma berhasil menangkap, tapi mengendalikan
cahaya. Ini hanya mungkin terlaksana dengan serat optik. Sebagai kunci lalu
lintas informasi, tak salah bila dikatakan, inilah kunci kekuasaan masa depan.
Sejak dahulu cahaya sudah digunakan orang
untuk berkomunikasi, entah dengan obor, api unggun atau dengan pantulan cahaya
matahari di cermin. Bahkan sampai sekarang pun komunikasi antara dua kapal di
tengah lautan masih ada yang menggunakan bahasa isyarat Morse dengan lampu.
Ketika informasi makin menjadi kekuatan, cahaya pun makin ambil peranan.
Gagasan menyalurkan cahaya lewat gelas
sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Berdasarkan pengamatan selama
berabad-abad, para fisikawan Jerman mengawali eksperimen transmisi cahaya
mealalui bahan gelas yang bernama serat optik sekira tahun 1930-an.
Pada tahun 1958, giliran orang Inggris yang
mengusulkan prototipe serat optik yang sampai sekarang dipakai, yaitu gelas
inti dibungkus bahan gelas lain. Kemudian orang Jepang juga ikut mengukir
prestasi. Pada awal tahun 1960-an, mereka berhasil membuat sejenis serat optik
untuk mentransmisikan gambar, walaupun baru sejauh 1 m!
Kemudian ada yang coba-coba mentransmisikan
cahaya dengan rangkian lensa sebagai pemandu cahaya, lalu rangkaian cermin,
kemudian gas, sebelum tiba pada sistem pemandu gelombang serat optik yang
sekarang.
Sementara itu, di jalur lain para ilmuwan
juga mengembangkan cahaya yang bisa "dikendalikan" arahnya, seraya
membuat pembangkit dan penerima cahaya (detektor). Para ilmuwan memikirkan pula
pengiriman sinyal cahaya sebagai alternatif. Tapi bagaimana mungkin? Terlalu
banyak yang hilang di jalan karena diserap atmosfer. Belum lagi pancaran cahaya
itu bersifat menyebar, sehingga pengiriman sinyal cahaya ke tujuan tertentu
menjadi sulit.
Sekitar tahun 1959, orang menemukan laser dan
terjadilah terobosan besar. Gelombang yang sudah masuk dalam spektrum cahaya
ini berfrekuensi sangat tinggi. Laser beroperasi pada daerah frekuensi tampak,
sekira 1014-15 Hertz atau ratusan ribu kali frekuensi gelombang mikro, apalagi
jika dibandingkan dengan frekuensi radio. Ia juga memungkinkan daerah frekuensi
kerja yang luas.
Pada awalnya peralatan penghasil sinar laser
masih serba besar dan merepotkan. Selain tidak efisien, ia baru dapat berfungsi
pada suhu sangat rendah. Laser juga belum terpancar lurus. Pada kondisi cahaya
sangat cerah pun, pancarannya gampang meliuk-liuk mengikuti kepadatan atmosfer.
Waktu itu, sebuah pancaran laser dalam jarak 1 km, bisa tiba di tujuan akhir
pada banyak titik dengan simpangan jarak hingga hitungan meter.
Berkat laser
Sekitar tahun 60-an ditemukan serat optik
yang kemurniannya sangat tinggi, kurang dari 1 bagian dalam sejuta. Dalam
bahasa sehari-hari artinya serat yang sangat bening dan tidak menghantar
listrik ini sedemikian murninya, sehingga konon, seandainya air laut itu
semurni serat optik, dengan pencahayaan cukup kita dapat menonton
lalu-lalangnya penghuni dasar Samudera Pasifik.
Seperti halnya laser, serat optik pun harus
melalui tahap-tahap pengembangan awal. Sebagaimana medium transmisi cahaya, ia
sangat tidak efisien. Hingga tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat
optik pertama kali diramalkan akan menjadi pemandu cahaya, tingkat atenuasi
(kehilangan)-nya masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi material,
serat optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahan tapi
pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.
Tahun 80-an, bendera lomba industri serat
optik benar-benar sudah berkibar. Nama-nama besar di dunia pengembangan serat
optik bermunculan. Charles K. Kao diakui dunia sebagai salah seorang perintis
utama. Dari Jepang muncul Yasuharu Suematsu. Raksasa-raksasa elektronik macam
ITT atau STL jelas punya banyak sekali peranan dalam mendalami riset-riset
serat optik.
Sebenarnya bagaimanakah konsep pentransmisian
informasi itu? Secara sederhana sinyal informasi apa pun mengalami proses
kira-kira seperti misalnya suara pembicaraan di telefon, diubah dulu menjadi
sinyal listrik. Gelombang sinyal ini kemudian diolah agar bisa diboncengkan
pada gelombang pembawa. Proses memboncengkannya dinamakan proses modulasi.
Setelah itu gelombang sinyal baru ditransmisikan, atau dikirim. Maka
"berangkatlah" gelombang pembawa alias kurir yang diboncengi
gelombang sinyal tadi.
Pada teknologi serat optik gelombang
pembawanya berupa laser, sedangkan "jalan" bagi si gelombang pembawa
ngebut sambil menggendong gelombang sinyal tadi adalah jaringan kabel serat
optik. Di tempat tujuan, terjadi proses sebaliknya. Pertama-tama, proses
demodulasi. Gelombang sinyal "diturunkan" dari boncengannya,
dipisahkan dari gelombang pembawa, lalu dikembalikan lagi ke bentuk semula.
Sinyal suara menjadi suara. Sinyal gambar menjadi gambar.
Di tengah perjalanan, biasanya dipasang
repeater. Di sini gelombang sinyal itu dibersihkan, dipulihkan mutunya supaya
sama dengan mutu sinyal asli, lalu diberangkatkan lagi.
Keunggulan paling utama tentu pada kapasitas.
Dengan laser sebagai gelombang pembawa dan serat optik sebagai pemandunya,
gelombang sinyal yang bisa dikirim bisa sampai ratusan ribu kali, dibandingkan
dengan teknologi konvensional yang menggunakan gelombang berfrekuensi rendah
melalui kawat tembaga (bisa kawat koaksial, bisa jenis kawat telepon yang ada
di rumah).
Bila dengan teknologi kawat tembaga tiap 1-2
km sudah harus dibangun repeater, sistem serat optik bisa bertahan tanpa
repeater hingga jarak 100 -200 km. Dibandingkan dengan kawat tembaga, dimensi
serat optik sangat mungil. Kalau kawat tembaga bisa berdiameter sampai 0,5 cm,
serat optik lebih kecil dari rambut. Satu serat optik berdiameter 10 ? ( (1 ? =
sepersejuta m). Jika dihitung berikut cladding (pelindung), paling-paling garis
tengahnya 100-250 ?m.
Setiap serat optik terdiri atas 1 pair, yaitu
satu jalur penerima dan jalur pengirim. Secara teoritis, serat optik sebesar
kawat tembaga bisa memuat ratusan, bahkan ribuan kawat serat optik. Namun
karena dari segi kapasitas sudah lebih dari cukup, yang diproduksi sampai
sekarang cukup berisi puluhan pair saja.
Menurut fisikawan Prof.Dr.Ir. Tjia May On,
kalau kapasitas kawat koaksial dapat mencapai sekira 40 MegaHertz (106 Hz),
maka kapasitas serat optik mencapai hitungan Giga Hertz (1012 Hz).
Dengan berat jenis kecil, instalasi serat
optik jauh lebih ringan dibandingkan dengan instalasi kawat tembaga. Itu
sebabnya teknologi ini disambut industri transportasi, di mana bobot mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Instalasi perkabelan sebuah pesawat terbang atau kapal
selam bisa mencapai berton-ton. Dengan sistem serat optik, pengiritan bobot
mati sampai sebanyak itu senilai dengan jutaan dolar AS.
Karena informasi digendong cahaya dan dipandu
bahan yang bersifat isolator, komunikasi lewat sistem serat optik tidak mudah
disadap. Ia kebal terhadap gangguan elektromagnetik. Kalau disandingkan dengan
telefon berarti tak ada masalah crosstalk (pembicaraan ganda). Untuk kalangan
bisnis, apalagi dunia militer dan keamanan, hal tersebut menjadi keunggulan
utama.(Berbagai sumber/Rudi Setiadi)***
0 komentar:
Posting Komentar