Another Source

Jumat, 03 Februari 2012

Peralatan RF (Radio Frekuensi)




PERALATAN RF ( RADIO FREKUENSI )

II.1      ANTENA PARABOLA
II.1.1   Fungsi Antena
                        Antena adalah suatu tranducer ( pengubah ) yang dapat merubah besaran listrik menjadi gelombang elektromagnetik untuk kemudian dipancarkan ke angkasa, dan sebaliknya.
                        Dengan kata lain antena dapat berfungsi sebagai penguat daya dan mengubah dari gelombang RF terbimbing menjadi gelombang ruang bebas.
            Persyaratan Utama ANTENA :
[  Antena harus memiliki gain pengarahan yang tinggi level slide lobe yang rendah.
[   Antena harus memiliki noise temparatur yang rendah
[   Antena harus memiliki efisiensi dan cross poll yang tinggi.
[   Antena harus dapat mudah digerakkan.






Gbr. 2.1 Blok Subsistem antena parabola


II.1.2 Bagian-bagian Penting Antena
a.       Main Reflektor
Berfungsi untuk memantulkan sinyal yang datang dari satelit menuju satu titik fokus (sub reflector) serta memantulkan sinyal yang dipancarkan dari titik fokus (sub reflector) menuju satelit agar diperoleh gain yang cukup besar.

b.      Sub Reflector
Berfungsi untuk memantulkan kembali sinyal dari main reflector menuju titik api (feed horn), dan sebaliknya.

c.       Feed Horn
Pada sisi penerima bagian ini berfungsi untuk menangkap sinyal dari satelit yang telah dikumpulkan oleh main reflector dan sub reflector untuk diteruskan ke LNA. Sebaiknya pada sisi pemancar berfungsi untuk melepaskan sinyal dari HPA yang selanjutnya dipancarkan ke satelit.

d.      Duplexer
Adalah komponen wave guide yang mempunyai fungsi sebagai pemisah antara sinyal transmisi dan sinyal receive.

e.       Polarizer
Adalah komponen wave guide yang mempunyai fungsi untuk memilih polaritas sinyal sesuai dengan bidang polaritas yang dikehendaki.

f.       Manual Jack
Merupakan bagian antena yang digunakan untuk mengatur arah antena secara manual.

II.1.3 Jenis-jenis Antena Parabola
      Ada empat jenis antena parabola yang popular digunakan yaitu:
a.       Focal Point Feed ( Prime Focus )
Pada antena type ini sinyal yang diterima dari satelit dipantulkan oleh reflektor paraboloid dan langsung diterima oleh feed horn yang diletakkan tepat pada titik fokus.
            Sebaliknya sinyal yang dipancarkan dari feed horn langsung dipantulkan oleh reflektor menuju satelit.

b.      Cassegrain
Berbeda dengan antena prime focus, pada antena cassegrain memiliki dua reflektor yang berbentuk paraboloid dan sebuah sub reflektor yang berbentuk hiperboloid. Sinyal yang diterima dari satelit dipancarkan oleh reflektor utama ( main reflektor ) menuju feed horn. ( Pada umumnya dipakai di stasiun bumi PT. TELKOM ).

c.       Gregorian
Pada prinsipnya jenis antena ini memiliki konstruksi yang sama dengan jenis cassegrain, namun pada antena Gregorian sub reflektornya berbentuk ellipsoidal yang terletak di sebelah titik fokus.

d.      Antena Offset
Berbeda dengan tiga jenis antena di atas yang memiliki sistem reflektor asimetris dimana baik feed horn maupun sub reflektor terletak di luar cakupan reflektor, sehingga baik sinyal yang datang maupun yang dikirim ke satelit tidak mengalami halangan apapun.



[  Keuntungan antena dual reflektor dibanding dengan antena single reflektor :
a.       Memiliki efisiensi yang lebih tinggi.
b.      Noise temparatur yang lebih rendah.
c.       Level side lobe yang rendah.
d.      Crosspoll isolation lebih tinggi.
e.       Lebih fleksibel dalam desain.
f.       G / T lebih baik.

[  Keuntungan sistem antena Offset :
a.       Tidak ada halangan ( No Blockage ).
b.      Memiliki side lobe yang rendah.
c.       Crosspoll isolation yang lebih tinggi.
d.      Penempatan feed yang lebih ideal.
e.       Diameter antena lebih kecil untuk gain yang sama.

II.1.4 Parameter-parameter Antena
II.1.4.1 Gain Antena Parabola
                        Gain secara umum didefinisikan sebagai suatu kekuatan dalam menggandakan ( multiplier ) sesuatu. Gain antena merupakan salah satu perameter penting dalam sistem komunikasi satelit, sebab hal ini akan berpengaruh secara langsung dalam perhitungan EIRP yang telah ditentukan.

 Secara matematis gain antena parabola dapat ditulis sebagai berikut:







dimana :
n          = efisiensi ( n < 1 )
D         = diameter antena ( m )
f           = frekuensi yang digunakan ( GHz )


II.1.4.2 Beam width Antena
                        Besarnya Beam Width antena parabola dihitung dari puncak main lobe sampai 3 dB di bawah puncak tersebut. Beam width menyatakan sudut pada main lobe pada batas-batas ke kiri dan ke kanan pada titik 3 dB down dan puncak main lobe.
                        Besarnya beam width antena parabola dirumuskan sebagai berikut:

Untuk lebih jelasnya lihat gambar
II.1.4.3 Kerugian Gain Antena ( Antenna Gain Roll-Off )
                        Kerugian Gain antena akan terjadi bila arah bore sight antena menyimpang dari batas-batas yang ditentukan.
                        Kerugian Gain antena ini dipengaruhi oleh besarnya beam width dari antena. Semakin sempit beam width suatu antena berarti semakin tajam main lobe-nya sehingga perubahan arah antena sedikit saja menimbulkan kerugian gain yang cukup besar.
                        Besarnya gain ( roll-off ) dapat dirumuskan sebagai berikut :




II.1.5 Sistem Pengarahan Antena ( Tracking Antenna )
                        Ada dua sistem tracking antena yang popuer digunakan yaitu :
a.       Azimuth-Elevasi
b.      Hour Angle-Declinasi


II.1.5.1  Azimuth-Elevasi
                        Azimuth adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu tegak lurus dengan bidang horizontal searah putaran jarum jam, dengan titik utara sejati sebagai titik referensi ( nol hitungan ).
                        Elevasi adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu yang sejajar dengan didang horizontal, dengan bidang horizontal sebagai titik referensi ( nol hitungan ).
                        Untuk menentukan besarnya sudut Azimuth dan sudut elevasi harus diketahui titik koordinat stasiun bumi ( bujur dan lintang ) serta posisi satelit.
                        Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
               


Gambar 2 . 4




Contoh perhitungan :
Stasiun Bumi X           = longitude 130° .000 BT
                                    = latitude 9° .000 LS
Satelit B2R                  = longitude 108° .000 BT

Maka :
b  = 130° .000 - 108° . 000 - 22° .000
c  = -9° .000
A = arc tan [ tan 22 / sin -9 ]
    = -68,834 atau
    = 360 – 68,834
    = 291,166.

Elevasi
E = arc [ (cos d – 0,151269) / sin d ]
Dimana :
d    = arc cos ( cos ccos b )
E    = sudut elevasi
b    = longitude SB – longitude satelit
c    = latitude SB

Contoh perhitungan, seperti soal di atas maka :
d    = arc cos ( cos – 9 cos 22 )
      = 23,685
E    = arc tan [ (cos 23,685 – 0,151269) / sin 23,685 – 62,280




II.1.5.2 Hour Angle-Declinasi
Cara ini antena dilengkapi dengan dua jenis arah gerak yaitu ke arah Hour Angle dan ke arah Declinasi.
·         Hour Angle adalah sudut antara bidang meridian setempat dengan bidang yang sejajar dengan sumbu bumi dan melalui garis line of sight dari stasiun bumi tersebut ke stasiun.
·         Declinasi adalah sudut antara bidang ekuator dengan bidang  line of sight ke orbit sinkron bumi.

            Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
         
Contoh perhitungan :
            Stasiun Bumi X           = longitude 130.000 BT
                                                    latitude 9.000 LS
            Satelit B2R                 = longitude 108.000 BT
            Maka               b          = 130.000-108.000
                                                = 22.000
                                    c          = - 9.000
                                                                                    sin 22
            HA                              = arcsin
                                                                √(1-0,32cos 9.cos22-0,08cos9)
                                                = 25,968
                                                                       

                                                                               0,15 sin 9
            DEC                            = arctan
                                                                √ (1-0,32cos9.cos22-0,08cos9)
                                                = 1,571
·         Keuntungan menggunakan sistem pengarahan-Azimuth-Elevasi adalah: kita lebih mudah membayangkan letak satelit, karena pada sistem ini referensinya adalah kutub utara dan horizon setempat sehingga kita hanya cukup mengetahui besarnya sudut Azimuth dan Elevasi.
·         Keuntungan menggunakan antena sistem Hour Angel Declinasi adalah : untuk mengubah ke satelit dengan orbit GEOSYNCHRONOUS cukup hanya mengubah sudut Angel-nya saja karena sudut Declinasi perubahannya kecil sekali ( relative kecil ).
II.2      LOW NOISE AMPLIFIER ( LNA )
II.2.1   Fungsi LNA
            LNA adalah suatu penguat pada sistem penerima dengan daerah thermal rendah yang dipasang pada antena stasiun bumi.
            Perangkat ini berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima oleh antena parabola dari satelit.

            Sebagai penguat awal pada sistem penerima stasiun bumi, LNA harus ditempatkan sedekat mungkin dengan antena. Hal ini dimaksudkan agar noise tambahan yang disebabkan oleh redaman pada feed horn sekecil mungkin, sehingga dapat diperoleh G / T lebih baik (cukup tinggi).

II.2.2   Jenis-jenis LNA
            Ada dua jenis LNA yang digunakan dalam sistem komunikasi satelit yaitu :
]  LNA Parametik
]  LNA Solid State ( GaAsFet )

A. Parameter LNA
Adalah LNA yang menggunakan penguat parametik sebagai penguat pertamanya, dengan gain sekitar 15 s/d 20 dB.
Kemudian tingkat keduanya adalah penguat transisitor biasa dengan gain sekitar 35 s/d 40 dB. LNA ini dilengkapi dengan sebuah lokal control dan monitor jika terjadi gangguan pada LNA tersebut. Di dalam Operasinya LNA ini memutuhkan hembusan udara kering dari dehydrator untuk menjaga terhadap kelembaban udara yang berlebihan.
Parametik LNA ada dua jenis yaitu :
]  Uncooled Parametik LNA
- LNA ini bekerja pada suhu ± 57 derajat
]  Cooled Parametik LNA
- LNA ini bekerja pada suhu ± 12 derajat.

B. Ga As FET  LNA
Adalah merupakan penguat transistor Efek Medan Gallium Arsenide berbentuk sederhana yang terdiri dari beberapa tingkat penguat transistor.

Pada prinsipnya LNA jenis ini terdiri dari dua tingkat penguataan yaitu :
]  Penguat pertama Gallium Arsenit Field Effect Transistor dengan gain 23 dB ( dua tingkat ).
]  Penguat berikutnya terdiri dari beberapa transistor biasa dengan gain 32 dB.

Selain bentuknya yang sangat sederhana dan ukurannya lebih kecil, harganya pun lebih murah.
Dalam tahun-tahun perkembangan teknologis memberikan kemajuan yang besar terhadap LNA Ga As FET karena terbukti dapat menampilkan gain yang lebih besar dan noise temperature yang lebih rendah.

Lihat pada gambar blok diagram
 
Gbr. 2-5 Blok Diagram LNA Ga As FET

II.2.3   Parameter LNA
     II.2.3.1    Faktor Penguat ( Gain )
            Penguat ( Gain ) suatu LNA adalah perbandingan daya sinyal output dengan daya sinyal input.
                                   
                                    G = 10 log Po / Pi d
         Dimana :
         Po           = Daya Output ( dalam mW atau W )
         Pi            = Daya Input (dalam mW atau W )





     II.2.3.2    Lebar Bidang Frekuensi ( Bandwidth )
                     Lebar bidang frekuensi kerja LNA yang digunakan di SKSD adalah : ( 3,7 s/d 4,2 ) GHz.

     II.2.3.3    Temperatur Derau ( Noise Temperature )
            Yang dimaksud adalah temperatur tertentu yang dapat membangkitkan derau.
            Pada Frekuensi gelombang mikro telah terbukti bahwa semua konduktor dengan temperatur fisik lebih besar dari 0 derajat Kelvin, akan membangkitkan derau.
           
            Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
                                       P = K.T.B
            Dimana :
                     P    = Daya derau ( dBW )
                     K   = Konstanta Boltzman
                           = -288,6 dBW/K/Hz.
                     T    = Temperatur Derau ( 0 derajat K )
                     B   = Lebar bidang frekuensi kerja.










II.2.4   Beberapa type pabrikan LNA dan data teknis


No.
Pabrik P / N
TYPE
TEMP DERAU
NOMINAL GAIN (dB)
KETERANGAN


1
AIL 400D
parametik
80
55
SB FORD

2
LNR - NC4 - 80
parametik
75
55
SB ITT

3
LNR - NC4 - 45
parametik
45
60
SB HASI

4
LNR - NC4 - 45SC
parametik
45
55
SBB TDMA-I

5
N E C
GaAsFET
100
50
SBK-72

6
AVANTED
GaAsFET
80
50
SBK-72

7
AMPLICA
GaAsFET
70
60
SPU/SB-SB (DC-15V)

8
AMPLICA
GaAsFET
50
60
SPU/SB 220 V


ACD 306302





9
AMPLICA
GaAsFET
50
60
SB DAERAH


ACD 306351



(DC-12V )

10
H E M T
GaAsFET
45
50
SBK(CBI)Xportable

11
CN - 40
GaAsFET
35
48
SBK

12
MAXTECH
GaAsFET
40
60
SPU/SB-SB (DC-15V)


LCA - 4040





13
INTI
GaAsFET
80
50
SBK INTI - 72


NA 6 - 9





14
SA - 300 - 16
GaAsFET
50
55
SB O 5M, O 10M


]  Berbagai type atau merk LNA yang digunakan di SKSD dan data-data teknis
]  Catatan : Band Frekuensi kerja ( 3,7 – 4,2 ) GHz.

II.3      HIGH POWER AMPLIFIER (HPA)
II.3.1   Fungsi HPA
HPA merupakan suatu perangkat yang berfungsi sebagai penguat daya ( Amplifier ) pada gelombang RF dengan daya keluaran yang cukup besar.

Sinyl RF yang berasal dari up converter biasanya berdaya rendah, sehingga setelah melalui penguat HPA sinyal RF tesrsebut akan berdaya besar yang selanjutnya diteruskan ke antena untuk dipancarkan ke satelit.

II.3.2   Jenis-jenis HPA
Dalam sistem komunoikasi satelit Domestik ada beberapa jenis HPA yang dipergunakan, antara lain:
] HPA KLYSTRON
HPA ini menggunakan tabung klystron pada penguat tingkat keduanya, mempunyai kemampuan power output sampai 3 K watt dengan bandwidth frekuensi sebesar ± 36 MHz ( satu transponder ) digunakan di SPU Cibinong untuk sistem FDM. Contoh type yang digunakan adalah type  varian VA-9366-12.
] HPA TWT
HPA ini menggunakan tabung TWT pada penguat tingkat keduanya, mempunyai kemampuan power output bervariasi dari 100 watt s/d 700 watt. Dengan bandwidth frekuensi sebesar ± 500 MHz.
Digunakan di SPU dan stasiun bumi baik SBB maupun SBK.





] SSPA ( Solid State Power Amplifier )
HPA ini pada penguatan tingkat keduanya tidak ada lagi menggunakan tabung sebagai komponen utamanya, namun menggunakan komponen semi konduktor yang disusun secara kaskode ( semacam transistor ) sehingga menghasilkan penguatan.
Kemampuan power output hanya sebesar 10 watt dan 20 watt dengan bandwidth sebesar ± 500 Mhz. Banyak digunakan di SBK yang mempunyai kapasitas kanal kecil sekali ( ± 6 kanal ) untuk sistem VSAT.
] Adapun jenis-jenis HPA menurut pabrikan yang banyak digunakan untuk SKSD antara lain :





















No

model
pabrik
Catuan
Power output
keterangan


1
VZC-696506
Varian
220VAC/50Hz
400 Watt
-

  2
VZC-6965F4
Varian
220VAC/50Hz
400 Watt
Generasi terbaru

3
VZC-6965F7
Varian
220VAC/50Hz
125 Watt
Generasi terbaru

4
VZC-6962D6B
Varian
220VAC/50Hz
125 Watt


5
VZC-6962D6G
Varian
48VDC/20Amp
125 Watt


6
VZC-6962DF
Varian
48VDC/20Amp
125 Watt


7
VZC-6962B
Varian
48VDC/20Amp
125 Watt


8
VZC-6960D
Varian
48VDC/20Amp
10 Watt


9
M/N. 10653 XB
MCL
220VAC/50Hz
125 Watt


10
NAH. 179
JRC
220VAC/50Hz
80 Watt


11
VZC-6963 E
Varian
220VAC/50Hz
700 Watt


12
SSPA
Varian
48VDC/20Amp
10 Watt




                    


Gbr. 2-6 Blok diagram sederhana HPA

II.3.3   Pengertian Saturation Point HPA
            ( TitikJenuh HPA )
            Titik jenuh suatu amplifier adalah suatu keadaan dari hubungan antara daya input dan daya output, dimana pada titik tertuntu kenaikan daya input tidak menyebabkan kenaikan daya output.
            Bila kondisi ini kita gambarkan, maka kita peroleh grafik seperti pada gambar 2-7.a.

            Semua penguat tabung semacam TWT, tentu berlaku aturan sesuai grafik tersebut. Pada gambar terlihat tiga daerah atau region pada grafik, yaitu :

] Daerah Linier ( small signal region )
Dimana kenaikan dari sinyal input berbanding lurus (proportional) dengankenaikan sinyal tersebut.

] Daerah non-linear (large signal region)
Dimana kenaikan sinyal input tidak sebanding dengan kenaikan sinyal output.

] Titik jenuh (saturation point)
Setelah melewati titik jenuh ini, setiap kenaikan sinyal input akan menyebabkan penurunan pada sinyal output.
Hal ini berkaitan erat dengan gejala intermodulasi.

II.3.4   Pengertian Input/output Back Off
Suatu penguat bila bekerja pada daerah no-linear maka kemungkinan besar akan menimbukan gejala intermodulasi.
Hal ini tidak boleh terjadi karena akan sangat menurunkan kualitas hubungan (dapat menimbulkan crosstalk, interferensi, dll).
Agar penguat tersebut bekerjaa pada daerah linear, jmaka input sinyal asal tidak boleh terlalu besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa output suatu amplifier/penguat harus lebih kecil dari power output pada keadaan jenuh.
Seberapa jauh grafik output diturunkan ke bawah menjauhi titik jenuh, disebut “OUTPUT BACK OFF”.
Seberapa jauh grafik input bergeser ke kiri menjauhi titik jenuh, disebut “INPUT BACK OFF”.
Secara umum umtuk amplifier yang menggunakn TWT akan selalu aman bila bekerja pada 10 dB Output Back Off.

II.3.5   Penguatan intermodulasi pada HPA
            Intermodulasi adalah suatu gejala saling mempengaruhi antara beberapa sinyal intermodulasi pada sistem penguat akan terjadi apabila penguat tersebut bekerja pada daerah yang tidak linear dan sinyal input lebih dari satu sinyal.
Makin jauh keluar dari daerah linear, makin besar daya sinyal intermodulasi. Sehingga makin mengganggu sinyal dasar.
A. Latar Belakang Matematis
      Secara matematis terjadinya intermodulasi pada sistem penguat dapat dibuktikan sbb:
] suatu penguat linear mempunyai hubungan input-output dilambangkan secara matematis sebagai
Y(t) = ax (t)…………………………………………( 1 )
a.   = konstanta

] suatu penguat tidk linear dilambangkn sebagai
Y (t) = a1 x(t) + a2 x(t) + a3 x(t)
            +……………………………………………..( 2 )
] untuk lebih jelasnya kita contohkan sbb :
sinyal input I
X1 (t) = Cos W1 t……………………………………..( 3 )

sinyal input II
X2 (t) = Cos W2 t………………………………………( 4 )
Dimana W1 dan W2 tidak beda jauh.
Dimana sinyal input I dan sinyal input II bekerja pad penguat yang tidak linier, maka kita subtitusikan persamaan ( 3 ) dan ( 4 ) pada persamaan ( 2 ), hasilnya adalah :

Y (t) = a1 [ X1 (t) + X2 (t)] +
                  a2 [ X1 (t) + X2 (t)] 2  +
                  a3 [ X1 (t) + X2 (t)] 3  +
            …………………………………………………..( 5 )

Kita uraikan masing-masing komponennya :
a1 [ X1 (t) + X2 (t)]   +   = komponen dasar / sinyal dasar
a2 [ X1 (t) + X2 (t)] 2 +   = komponen harmonisa kedua.
a3 [ X1 (t) + X2 (t)] 3 +  = komponen harmonisa ketiga, dst.

] penyelesaian komponen harmonisa kedua :
a2[X1 (t) + X2 (t) ] 2 = a2 [ X2 1 (t)  X2 (t) + X2 2 (t)]
dimana a2 = dianggap 1
substitusikan ke pers ( 3 ) dan (4)
= cos 2 w1 (t) + 2 cos w1 (t) cos w2(t) + cos2 w2 (t)
Disini terlihat bahwa terjadi harmonisa namun frekuensi sangat jauh dengan sinyal dasar, sehingga dalam komunikasi tidak mempengaruhi (karena dipasang filter).




] penyelesaian komponen harmonisasi ketiga:
a3 [ X1(t) + X2(t) ]3 = A3 [ X13(t) +3x21(t).x2(t) + 3x1(t).x22(t) + x23(t) ]
………………………………………………………….(6)
Dimana a3 dianggap = 1
Penyelesaian suku kedua dari pers (6) yaitu 3x12(t)x2(t) dengan subtitusi pada pers. (3) dan (4)
= 3cos2W1(t)cos W2(t)
= 3 [( ½ + ½ cos 2W1(t)).Cos W2(t)]
= 3 [ ½ cos W2(t) + ¼ ( cos 2W1(t) cos W2(t)] +
cos ( 2W1(t) – W2(t))
= 3/2 cosW2(t) + ¾ cos(2W1(t) + W2(t)) + ¾ cos ( 2W1(t)  
     – W2(t)
= K1cos W2(t) + K2 cos ( 2W1(t) + W2(t)) + K2 cos
    ( 2W1(t) – W2(t) )
……………………………………………………………(7)
Dimana K1 dan K2  = konstanta

Ingat !!
Sin (α + B) = sin α cos B + cos α sin B
Sin (α – B) = sin α cos B – cos α sin B
Cos (α + B) = sin α cos B – cos α sin B
Cos (α – B) = sin α cos B + cos α sin B
           
Terlihat bahwa sumbu frekuensi suku ketiga dari persamaan (7), yaitu :
K2 cos ( 2 w1(t) – w2(t) , letaknya dekat dengan sinyal asal yaitu persamaan (3) dan (4).


] Dengan cara yang sama, penyelesaian suku ketiga dari persamaan (6) yaitu 3 x 1(t) x22(t) dengan substitusi persamaan (3) dan (4) menghasilkan :
= K1 cos W1(t) + K2 cos (2W2(t) ­+ W1(t)) + K2 cos (2W2(t) – W1(t))….(8)
dimana K1 dan K2 = konstanta.
Terlihat bahwa sumber frekuensi suku ke tiga dari persamaan (8) yaitu K2 cos (2W2(t) –W1(t)), letaknya dekat dengan sinyal asal yaitu persamaan (3) dan (4).


B.  Analisa
Dari latar belakang matematis tersebut di atas terlihat bahwa penyebab terjadinya komponen intermodulasi adalah pangkat ganjl dari grafik hubungan input-output, karena sumbu jatuh di dekat sinyal-sinyal asalnya.
Karena dalam haal ini penyebab tersebut adalah orde pangkat 3, maka hasilnya dinamai “3rd order IM PRODUCT”
Sebetulnya hasil intermodulasi pada orde pangkat 5 ada juga ang jtuh pada lokasi sinyal asal, namun diabaikan karena kecil.
Besarnya daya dari 3rd order improduct ditentukan oleh besarnya faktor a3 lihat pers (5), faktor ini menyatakan tingkat ketidaklinieran suatu penguat.
Dalam operasionalnya suatu penguat HPA, beda daya antara sinyal asli dan 3rd order improduct yang diizinkan adalah lebih besar dari 28 dB, atau biasa disebut besarnya improduct ³ 28 dBC.
Gambar 2.8

C. Lokasi Sinyal Hasil INTERMODULASI
Untuk lebih jelasnya dapat diambil contoh suatu amplifier bekerja tiga buah sinyal yaitu
Sinyal I = 100 Hz
Sinyal II = 101 Hz
Sinyal III = 102 Hz
Maka cara menghitung lokasi hasil intermodulasi adalah sbb :
1.      2 f1 – f2 = 200 – 101               = 99 Hz
2.      2 f1 – f3 = 200 – 102                = 98 Hz
3.      2 f2 – f1 = 202 – 100                = 102 Hz
4.      2 f2 – f3 = 202 – 102                = 100 Hz
5.      2 f3 – f1 = 204 – 100                = 104 Hz
6.      2 f3 ­- f2  = 204 – 101                = 103 Hz
7.      f1 + f – f3 = 100 + 101 – 102 = 99 Hz
8.      f1 + f3 – f2 = 100 + 102 – 101 = 101 Hz
9.      f2 + f3 – f1 = 101 + 102 – 100 = 102 Hz


Terlihat bahwa hasil intermodulasi pada nomor 3, 4, 8, dan 9 jatuh pada lokasi sinyal asalnya. ( lihat gambar…).
Bila dayanya cukup besar, IM PRODUCT pasti akan melibatkan gangguan pada sinyal asalnya, karena “saling menghilangkan”

 
Gambar 2.9

D. Dampak INTERMODULASI
Beberapa dampak yang sangat fatal dari intermodulasi antara lain:
Cross Talk
Broken call
Penurunan kualitas kanal
Penurunan successful call
Interferensi pada XPNDR

Dampak di atas tidak bisa dihindari tanpa kehati-hatian dari petugas perencanaan yang membuat perhitungan-perhitungan dalam pembebanan kapasitas kanal, maupun petugas operasi yang selalu memelihara agar beban HPA selalu pada kondisi memenuhi syarat.

II.3.6   Pembebanan HPA
Faktor-faktor yang berpengaruh dan harus diperhatikan dalam pembebanan pengoperasian HPA antara lain :
  Kapasitas HPA
  Input/Output BACK OFF
  Besarnya EIRP yang dikehendaki
  Jumlah kanal/ sinyal yang dibebankan
  Level input
  Gain HPA

[   Contoh Perhitungan :
1.      Diketahui SB Tentena sbb:
v  HPA 125 Watt Varian
v  Pout ( sat ) = 34 dBm ≈ 2,52 Watt
v  Gain pada saat saturasi = 28 dB
v  Gain pada saat kondisi linear = 36 dB
v   Pout pada saat IM PRODUCT  sama dengan 28 dBC – 26 dBm ≈ 0,4 w
v  Antena diameter = 10 meter
v  Gain antena = 53 dB
v  IFL loss = 1,5 dB
v  EIRP standard SCPC = 44,4 dBw/ CXR
Ditanyakan , berapa kemampuan Sb antenna tersebut melayani kanal SCPC, dan beberapa dB cadangan daya yang masih dipunyai SB tersebut !



Jawaban  :
P out HPA/CXR   = EIRP/CXR – G.ant + IFL Loss
                                 = 44,4 – 53 + 1,5
                                 = -7,1 dBw – 22,9 dBm
                                 = 0,2 Watt

Pout HPA pada saat IM PRODUCT 28 Dbc = 0,4 watt, jadi
v  Kapasitas kanal;
                                                    (tanpa Vox)
        
                       = 2/0,4 = 5 kanal ( dgn Vox )
                       Cadangan daya =
      Pout saturation – Pout pada 28 dBC
      = 34 dBm – 26 dBm
      = 8 dBo Bo
2.      Diketahui SB kendari sbb :
Kapasitas HPA                 = 400 watt Varian
Output Back OFF                         = 10 dB
EIRP yang dikehendaki    = 40 dBw/ CXR
Gain HPA                                     = 70 Db
Antena 10 m dengan Gain            = 55 dB
IFL Loss                           = 1,5 dB
Tentukan jumlah kanal maksimum yang dapat ditransmisikan oleh HPA tersebut ?!




Jawab :
Kapasitas HPA 100 watt 10 dB output Back Off, berarti output max HPA yang diizinkan,
      = 56 dBm – 10 dB
      = 46 dBm.
      = 39,8 watt.
Input max HPA yang diizinkan,
      = 46 dBm – 70 dB
X   = -24 dBm
      = 3,98 . 10 –6 watt
      = 3,98 . 10 –3 M watt

Output HPA/CXR,
      = EIRP – G. ant + loss FFL
      = 40 – 55 + 1,5
      = -13,5 dBw/CXR
      = 16,5 dBm/CXR
Input HPA/CXR  = 16,5 dBm – 70 Db
                                = -53,5 dBm.
Jumlah kanal maximum yang dapat ditransmisikan adalah :
X = a + 10 log n
Dimana : n  = Jumlah kanal
                    a  = Input HPA/CXR
                   x  = Input max HPA





-24 dBm             = -53,5 dBm + 10 log n
10 log n = 53,5 –24       = 29,4 dBm
   log n    = 2,95
               n          = 891 kanal maximum tanpa Vox
               n          = 891/0,4 ´2227 kanal dengan Vox


II.4  UP / DOWN CONVERTER


II.4.1 Up Converter


Up Converter adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mentranslasikan sinyal IF (70 ± 18 MHz). Menjadi sinyal RF yang terletak antara band frekuensi 5,9 GHz s/d 6.425 GHz, untuk kemudian diteruskan ke HPA.
            Untuk proses translasi sinyal IF menjadi RF ada dua cara yaitu:
a.   Single Convertion
Proses perubahan (translasi) signal IF menjadi IF signal RF melalui satu kali konversi.
 
Gambar 2.11

Jika dikehendaki frekuensi pancar sebesar 6.075 GHz, maka frekuensi osilator ke – dua harus tune pada frekuensi sebesar 7.1875 GHz ( 6.075 GHz ± 1.1125 GHz ). Besarnya frekuensi pancar tersebut terkait dengan transponder yang digunakan oleh stasiun bumi yang bersangkutan. Dengan demikian masukan signal IF ke Up Converter akan dihasilkan output RF yang memiliki frekuensi antara 5.925 GHz – 6.425 GHz setelah melewati dua kali translasi.

II.4.2. Down Converter

          Down Converter berfungsi untuk melaksanakan translasi frekuensi antara 3.7 – 4.2 GHz frekuensi IF ( 70 ± 18  MHz ). Untuk proses translasi sinyal RF menjadi IF ada dua cara yaitu :

a.Single Convertion
          Proses perubahan ( translasi ) signal IF menjadi sinyal RF melalui satu kali konversi.



w  BPF : Meletakkan band frekuensi yang diinginkan menuju mixer pertama
w  Mixer : Frekuensi RF dicampur dengan frekuensi yang berasal dari osilator pertama.
w  Osilator pertama : outputnya variable, yaitu bisa dipilih beasr frekuensi antara 100.26042 – 110.67708 MHz yang selanjutnya diinputkan ke multiplexer 48 kali.
w  Multiplexer 48 kali : outputnya adalah frekuensi antara 4.1825 – 5.3125 GHz.
w  LPF 1 : outputnya dihasilkan fekuensi 1.1125 GHz dari hasil pencampuran pada mixer 1.
w  Amplifier : penguat 1 GHz sebelum ditranslasikan untuk kedua kalinya.
w  Mixer II : penguat 1.1125 GHz dicampur dengan frekuensi 1.1825 GHz dari osilator II sehingga dihasilkan frekuensi IF sebesar 70 ± 18 MHz.
w  LPF II : digunakan agar diperoleh output atau fekuensi IF benar-benar sebesar 70 ± 18 MHz.
Pada down converter ini osilator pertama dapat diatur besar ferkuensi outputnya, sehingga receiver dapat menerima berbagai frekuensi RF. Perubahan frekuensi input ( RF ) harus diikuti dengan penahan kembali osilator pertama.
Secara sederhana blok diagram Up/Down Converter dapat digambarkan sebagai berikut :
 Gambar 2.14

c.   Rangkuman
o      Antena adalah suatu tranducer ( pengubah ) yang dapat merubah besaran listrik menjadi gelombang elektromagnetik untuk kemudian dipancarkan ke angkasa, dan sebaliknya.
o      Dengan kata lain antena dapat berfungsi sebagai penguat daya dan mengubah dari gelombang RF terbimbing menjadi gelombang ruang bebas.
o      LNA adalah suatu penguat pada sistem penerima dengan daerah thermal rendah yang dipasang pada antena stasiun bumi.
o      Perangkat ini berfungsi untuk memperkuat sinyal yang diterima oleh antena parabola dari satelit.

o      Sebagai penguat awal pada sistem penerima stasiun bumi, LNA harus ditempatkan sedekat mungkin dengan antena. Hal ini dimaksudkan agar noise tambahan yang disebabkan oleh redaman pada feed horn sekecil mungkin, sehingga dapat diperoleh G / T lebih baik (cukup tinggi
o      HPA merupakan suatu perangkat yang berfungsi sebagai penguat daya ( Amplifier ) pada gelombang RF dengan daya keluaran yang cukup besar.

o      Sinyl RF yang berasal dari up converter biasanya berdaya rendah, sehingga setelah melalui penguat HPA sinyal RF tesrsebut akan berdaya besar yang selanjutnya diteruskan ke antena untuk dipancarkan ke satelit
o            Up Converter adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mentranslasikan sinyal IF (70 ± 18 MHz). Menjadi sinyal RF yang terletak antara band frekuensi 5,925 GHz s/d 6.425 GHz, untuk kemudian diteruskan ke HPA.
o      Down Converter berfungsi untuk melaksanakan translasi frekuensi antara 3.7 – 4.2 GHz frekuensi IF ( 70 ± 18  MHz ). Untuk proses translasi

                     d.   Tugas 2:
                           1.   Diskusikan dengan teman anda tentang peralatan komunikasi didalam SISKOMSAT
                           2.   Buat rangkuman dari hasil yang anda diskusikan         
                     e.   Soal Formatif
1.      Sebuah stasiun bumi memiliki parameter sebagai berikut
·         Antena         =   Parabola
·         Diameter      =   10 m
·         Frekuensi     =   6 Ghz
·         Efisiensi       =   70 %
Tentukkanlah
o   G (dB )
o   BW ( derajat )
o   Gr , jika  b = 0,2 derajat
2.      Sebuah satelit terletak pada 108 derajat BT dan sebuah stasiun bumi X berada pada 5 derajat 6 menit LS dan 119 derajat 30 menit

Tentukanlah :
·         Sudut elevasi SB
·         Sudut azimut SB
3.      Sebuah stasiun bumi memiliki parameter LNA sebagai berikut :
¤  LNA ( parametrik LNA )
¤  GLNA  = 60 dB dengan suhu 45 derajat
¤  BW = 3,7- 4,2 Ghz  = 0,5 Ghz
¤  Pi  =  - 102 dBW
Tentukanlah :
·         Po ( daya output )
·         Pn ( daya noise )
4.      Sebuah amplifier bekerja pada tiga buah sinyal yaitu
¤  Sinyal I    =   100 Hz
¤  Sinyal II   =   101 Hz
¤  Sinyal III =   102 Hz
Tentukanlah :
·         Lokasi hasil intermodulasi
·         Dampak intermodulasi
5.      Sebuah  SB memancarkan 10  channel SCPC dengan EIRP 44 dBW / Carrier, FDM-FM dengan EIRP 75 dBW dan TV analog dengan EIRP 75 dBW. Jika HPA beroperasi pada output back – off  sebesar 8 dB dan Gain antena sebesar 53 dB dan loss feeder sebesar 2 dB

Tentukanlah
·         Daya total
·         Daya total pada output back-off  8 dB
·         EIRP stasiun bumi
6.      Sebuah stasiun bumi akan mentranslasikan frekuensi IF sebesar 70 Mhz menjadi frekuensi RF sebesar 5,925
Tentukanlah :
·         Output mixer I
·         Osilator II yang harus ditune

                           f.   Kunci Jawaban :
1.      G         =   54,41 dB
      BW     =    0,35 derajat
      Gr      =    -3,888 dB
2.      Sudut elevasi = 75,223 derajat
      Sudut azimut = -66,4derajat
                         
3.      Po =  0,063mW
      Pn =  -125,08 dBW

4.      Produk intermodulasinya
a.             2 f1 – f2 = 200 – 101               = 99 Hz
b.            2 f1 – f3 = 200 – 102                = 98 Hz
c.             2 f2 – f1 = 202 – 100                = 102 Hz
d.            2 f2 – f3 = 202 – 102                = 100 Hz
e.             2 f3 – f1 = 204 – 100                = 104 Hz
f.             2 f3 ­- f2  = 204 – 101                = 103 Hz
g.            f1 + f – f3 = 100 + 101 – 102 = 99 Hz
h.            f1 + f3 – f2 = 100 + 102 – 101 = 101 Hz
i.              f2 + f3 – f1 = 101 + 102 – 100 = 102 Hz
   Lokasi intermodulasinya adalah : c,d,h, dan i
   Dampak intermodulasinya adalah :
   Cross Talk
   Broken call
   Penurunan kualitas kanal
   Penurunan successful call
   Interferensi pada XPNDR

5.      Daya total = 25,03 dBW
      Daya pada output back - off  8 dB  =  33,03 dBW
      EIRP =  78,03 dBW
6.      Frekuensi output mixer I =  1,1125 Ghz
      Frekuensi output osilator II =  7,0575 Ghz






0 komentar:

Posting Komentar